Foto : Bupati Malang, HM Sanusi siapkan pengganti direktur RSUD Kanjuruhan |
MALANGSATU.ID – Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang telah menetapkan Direktur RSUD Kanjutuhan sebagai tersangka dugaan korupsi dana kapitasi, namun demikian Bupati Malang belum mengeluarkan surat penonaktifan untuk Direktur RSUD Kanjuruhan Kepanjen, dr. Abdurrahman.
Bupati Malang Drs. HM. Sanusi, mengatakan bahwa sampai hari ini, Selasa 14/1/2020, belum menerima surat resmi terkait penetapan tersangka dari Kejari Kepanjen.
“Masih belum (pengeluaran surat nonaktif, red). Karena kami masih menunggu surat resmi dari Kejaksaan,” ujarnya.
Namun demikian, Bupati Malang, HM Sanusi, mengatakan sudah menyiapkan pelaksana tugas (Plt), untuk menggantikan Abdurrahman sebagai Direktur RSUD Kanjuruhan Kepanjen. Dirinya sudah meminta Sekretaris Daerah (Sekda), Inspektorat dan BKD untuk segera mengambil langkah konkrit.
“Tujuannya adalah untuk menjamin supaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak sampai terganggu,” ujarnya.
Bupati Malang, mengatakan bahwa ia menyerahkan proses hukum kasus dugaan korupsi yang menimpa Abdurrahman ini, kepada penegak hukum. Dalam hal ini adalah Kejari Kepanjen. Karena proses hukum sudah berjalan, sehingga harus dihormati.
Lebih lanjut, Buoati Malang, HM Sanusi, menegaskan bahwa dengan penetapan tersangka terhadap Direktur RSUD Kanjuruhan tersebut, sama sekali tidak mempengaruhi pelayanan publik di masyarakat. Pelayanan akan tetap jalan terus seperti biasanya.
“Setelah ada surat resmi tentang penetapan, secara otomatis akan langsung digantikan Plt. Yang bersangkutan akan dinonaktifkan, supaya tidak mengganggu jalannya pelayanan. Dan ini sudah menjadi aturan,” tegasnya.
Sebagai informasi, bahwa Kejari Kepanjen, telah menetapkan dua tersangka terkait kasus dugaan korupsi dana kapitasi, Senin 13/1/2020 siang. Yakni, Direktur RSUD Kanjuruhan Kepanjen, dr. Abdurrahman dan Kasubag Keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, Yohan Charles LS.
Keduanya diduga melakukan korupsi dana kapitasi yang dikucurkan oleh BPJS, sejak tahun 2015-2017. Dimana total kerugian negara dalam kasus ini adalah sebesar Rp 8,595 miliar. (*)