Foto : Salah satu event yang digelar Disoarbud kab malang, MBF yang digelar di jalibar kepanjen |
MALANGSATU.ID – Transparansi anggaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Malang belakangan menjadi jadi sorotan publik. Hal ini terjadi karena selama ini beberapa event yang digelar tidak membuahkan prestasi dikancah nasional, padahal dengan anggaran yang cukup fantastis. Karena pariwisata memang menjadi salah satu priotitas dalam RPJMD Kabupaten Malang.
Sudah banyak event gelaran dan promosi pariwisata yang digelar, mulai dari Malang Beach Festival dan sejumlah kegiatan lain ternyata hasilnya dalam dua tahun ini tidak masuk dalam nominasi Apresiasi Pesona Indonesia (API) tahun 2018-2019.
Dan ini menjadi sangat ironi karena selama ini Dinas Pariwisata Kabupaten Malang dalam hal ini Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, Made Arya Wedanthara, selalu mengklaim sektor pariwisata Kabupaten Malang semakin dikenal di kancah nasional dan Internasional.
Hal ini menjadi wajar jika masyarakat mempertanyakan kinerja dinas Pariwisata yang beberapa hari lalu juga dipertanyakan oleh kinerjanya oleh Ketua GP Ansor Kabupaten Malang.
Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Malang Husnul Hakim meminta Bupati Malang HM Sanusi mengevaluasi kinerja Dinas Pariwisata.
Pasalnya, menurut Husnul, Disparbud dalam setiap perencanaan dan kegiatan promosi pariwisata selama ini tak pernah melibatkan unsur kepemudaan yang ada di berbagai organisasi kemasyarakatan Kabupaten Malang.
“Kesannya eksklusif. Anggaran besar dipergunakan dalam berbagai kegiatan tapi hasilnya nol,” tegasnya.
Kinerja Didparbud ini, kini terus disoroti oleh publik, kali ini publik malah menyoroti adanya “kejanggalan” anggaran dari Disparbud Kabupaten Malang tahun 2019.
Yakni terkait jumlah paket kegiatan yang ada di dalam sistem informasi rencana umum pengadaan (SIRUP) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
SIRUP LKPP adalah sistem yang dibuat dan bersifat wajib bagi setiap Pengguna Anggaran atau Pengguna Kuasa Anggaran (PKA) untuk mengumumkan rencana belanja langsung dan tak langsung yang dilakukan pemerintah, baik pusat sampai daerah.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Dalam SIRUP LKPP tahun 2019 ini Disparbud Kabupaten Malang hanya mencantumkan 28 paket kegiatan dalam belanja langsung.
Diantaranya 8 belanja paket kegiatan dengan sistem Penunjukan atau Pengadaan Langsung (PL) dengan jumlah 6 paket dan sisanya tender 2 paket.
Total belanja langsung itu sebesar Rp 5.513.000.000 dengan rincian pembangunan logo branding pariwisata senilai Rp 600 juta, pengembangan track wisata alam-Taman Buah Jeru Rp 3.292.250.000, jasa konsultan perencanaan pembangunan buah jeru Rp 60 juta dan jasa konsultasi pengawasan pembangunan taman buah Jeru sebesar Rp 50 juta.
Kemudian, jasa konsultasi perencanan pengembangan daerah tujuan wisata (Rest Area Gubuklakah) Rp 70 juta, jasa konsultasi pengawasan pengembangan daerah tujuan wisata (Rest Area Gubuklakah) Rp 50.750.000, pengembangan daerah tujuan wisata (Rest Area Gubuklakah) Rp 1.290.000.000 dan pembuatan pedoman pengembangan desa wisata sebesar Rp 100 juta. Termasuk 20 belanja langsung melalui swakelola yaitu belanja yang dilakukan sendiri oleh dinas terkait dengan nominal Rp 2.369.690.400.
Sehingga total belanja yang diumumkan Disparbud Kabupaten Malang melalui SIRUP LKPP sebesar Rp 7.882.690.400.
Yang menjadi janggal adalah data di SIRUP LKPP itu ternyata tak bisa ditemukan redaksi paketnya dalam Penjabaran APBD Kabupaten Malang tahun 2019 melalui Peraturan Bupati Nomor 35 Tahun 2018. Yakni terkait jumlah total belanja langsung antara yang tercantum dalam APBD dengan yang diumumkan dalam SIRUP LKPP. Dimana total anggaran belanja langsung Disparbud Kabupaten Malang dalam APBD sebesar Rp 25.838.318.800.
Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan banyak kalangan.
Ibnu Syamsu Hidayat, aktivis Malang Corruption Watch (MCW), mengatakan bahwa selama ini memang pihaknya hanya menerima resumenya saja.
“Kita tak pernah bisa memonitoring secara detail terkait belanja di Kabupaten Malang. Berkali-kali kita coba minta pun hanya resume keuangan saja yang diterima. Sehingga tak bisa melihat spesifik item yang dibelanjakan,” ujarnya.
Ibnu memengatakan, bahwa dirinya tidak bisa secara gamblang menjelaskan adanya “indikasi” penayalahgunaan anggaran.
“Tidak bisa karena kita juga belum melihat detail belanjanya. Tapi memang kita punya banyak catatan terkait penganggaran di Kabupaten Malang yang perlu diperbaiki ke depannya,” ujarnya.
Yang menjadi pertanyaan adalah total belanja langsung di APBD yang seharusnya juga sama diinput salam SIRUP LKPP sesuai dengan Pasal 22 ayat (2) Perpres 16/2018 yang meyampaikan, pengumuman RUP Perangkat Daerah dilakukan setelah rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disetujui, ternyata berbeda.
Demikian juga dengan redaksi belanja langsung melalui penunjukan langsung yang juga jadi sorotan selama ini dalam pengadaan barang dan jasa serta tender.
Yang sesuai hanyalah belanja langsung dengan skema swakelola, baik redaksi sampai jumlah anggarannya. (*)