Malangsatu.id-Kinerja keuangan PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk (CEKA) mengalami tekanan sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2025.
Meski pendapatan meningkat signifikan, laba bersih saham CEKA justru terkoreksi cukup dalam akibat kenaikan beban pokok penjualan dan margin keuntungan yang menyempit.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2025 yang dirilis melalui Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (18/10), CEKA membukukan laba bersih sebesar Rp160,05 miliar, turun 26,6% secara tahunan (year-on-year) dari Rp218,06 miliar pada periode yang sama tahun 2024.
Pendapatan Naik 25,8%, Tapi Laba Tertekan
Secara topline, kinerja penjualan CEKA sebenarnya cukup impresif.
Perusahaan mencatat pendapatan sebesar Rp7 triliun, naik 25,8% yoy dibandingkan Rp5,57 triliun pada kuartal III 2024.
Sayangnya, kenaikan pendapatan tersebut tidak diikuti dengan efisiensi biaya. Beban pokok penjualan (COGS) meningkat tajam menjadi Rp6,67 triliun dari sebelumnya Rp5,20 triliun. Akibatnya, laba kotor CEKA turun 9,3% yoy menjadi Rp337,33 miliar, dibandingkan Rp371,92 miliar tahun lalu.
Tekanan di Laba Usaha dan Margin Keuntungan
Selain tekanan di sisi margin kotor, laba usaha saham CEKA juga terkoreksi cukup dalam.
Dari Rp260,35 miliar pada periode yang sama tahun lalu, laba usaha turun menjadi Rp211,16 miliar atau melemah 18,9% yoy.
Penyebab utamanya adalah kenaikan beban penjualan yang melonjak 28,6% menjadi Rp90,99 miliar, serta penurunan pendapatan operasi lainnya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun CEKA berhasil meningkatkan penjualan, profitabilitasnya terganjal oleh biaya operasional yang membengkak.
Laba Sebelum Pajak dan Arus Kas Ikut Melemah
Sebelum dikurangi pajak, CEKA masih mencatat laba Rp225,03 miliar, turun 18,8% dari Rp277,07 miliar pada tahun sebelumnya.
Namun, dari sisi arus kas operasi, perusahaan mencatat arus kas keluar bersih sebesar Rp76,78 miliar, berbalik dari posisi positif Rp82,45 miliar di periode yang sama tahun lalu.
Hal ini menunjukkan adanya tekanan likuiditas jangka pendek yang perlu dicermati oleh investor.
Di sisi lain, aktivitas investasi justru mencatat arus kas masuk Rp39,84 miliar, naik signifikan dari Rp17,70 miliar pada 2024, terutama berkat pencairan deposito berjangka.
Artinya, manajemen tampaknya melakukan langkah antisipatif untuk memperkuat posisi kas perusahaan di tengah tekanan operasional.
Dividen Naik, Ekuitas dan Aset Menguat
Meskipun laba bersih menurun, CEKA tetap konsisten memberikan dividen lebih besar kepada pemegang saham.
Total dividen yang dibagikan mencapai Rp89,12 miliar, naik dari Rp59,42 miliar tahun sebelumnya — langkah yang menunjukkan komitmen perusahaan terhadap loyalitas investor jangka panjang.
Dari sisi fundamental, total ekuitas CEKA naik menjadi Rp1,98 triliun per akhir September 2025, meningkat dari Rp1,91 triliun pada akhir 2024.
Sementara total aset juga tumbuh menjadi Rp2,52 triliun, dibandingkan Rp2,39 triliun sebelumnya.
Namun, laba per saham (EPS) mengalami penurunan dari Rp366 menjadi Rp269, sejalan dengan melemahnya laba bersih.
Prospek Saham CEKA
Meski kinerja bottom line-nya tertekan, saham CEKA masih mencerminkan kekuatan bisnis sektor agribisnis dan industri pengolahan minyak nabati, yang dikenal stabil dalam jangka panjang.
Investor jangka panjang mungkin masih melihat potensi dari Wilmar Group sebagai induk usaha yang solid, terutama jika manajemen mampu memperbaiki efisiensi biaya dan memperkuat arus kas operasional di kuartal mendatang.
Namun, dalam jangka pendek, tekanan pada margin dan arus kas bisa membuat saham CEKA bergerak terbatas. Investor disarankan mencermati laporan keuangan berikutnya untuk melihat apakah tren efisiensi bisa mulai terlihat di kuartal IV 2025.