Kinerja Melejit, Laba PAM Mineral (NICL) Naik 131% di Kuartal III 2025 Berkat Efisiensi dan Lonjakan Penjualan Nikel

Malangsatu.id-PT PAM Mineral Tbk (NICL), perusahaan tambang nikel yang berada di bawah kendali tidak langsung Christopher Sumasto Tjia, membukukan pertumbuhan kinerja yang sangat kuat sepanjang kuartal III 2025. Di tengah tekanan harga global, PAM Mineral mampu menjaga momentum ekspansi dan meningkatkan efisiensi operasional.

Laba Bersih Melonjak Lebih dari Dua Kali Lipat

Berdasarkan laporan keuangan terbaru, laba bersih setelah pajak perusahaan mencapai Rp401,66 miliar. Angka ini mengalami kenaikan signifikan sebesar 131,28% dibanding kuartal III 2024 yang berjumlah Rp173,66 miliar. Lonjakan ini mencerminkan strategi korporasi yang berhasil menyeimbangkan produktivitas serta kontrol biaya yang ketat.

Penjualan Tumbuh Hampir 65% Didukung Volume Produksi

Kontribusi utama pertumbuhan laba berasal dari peningkatan penjualan. Selama kuartal III 2025, PAM Mineral mencatatkan pendapatan Rp1,35 triliun, melonjak 64,82% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp821 miliar.

Pertumbuhan ini didorong volume penjualan nikel yang naik 88,76% dari 1.273.855,62 mt menjadi 2.404.590,63 mt. Peningkatan suplai ini memperkuat posisi NICL sebagai salah satu pemasok penting di pasar nikel domestik, terutama bagi industri hilirisasi smelter yang terus berkembang di Indonesia.

Efisiensi Biaya Dongkrak Profitabilitas

Langkah efisiensi internal berbuah manis. Laba kotor tumbuh 104,53% menjadi Rp600,92 miliar dari sebelumnya Rp293,80 miliar. Dengan demikian, marjin laba kotor naik signifikan dari 35,77% menjadi 44,39%.

Tak hanya itu, laba usaha juga melesat berkat optimalisasi biaya produksi dan distribusi. Pada kuartal III 2025, laba usaha tercatat Rp504,88 miliar, atau meningkat 123,71% dari Rp225,68 miliar di tahun sebelumnya.

Manajemen Optimistis Menghadapi Fluktuasi Harga Global

Direktur Utama PAM Mineral, Ruddy Tjanaka, menjelaskan, perusahaan telah mengantisipasi pelemahan harga nikel yang terjadi sejak akhir 2024.

“Penurunan 5,20% harga acuan nikel domestik merupakan koreksi positif yang sudah diprediksi perseroan. Kami telah mengatur strategi adaptif sehingga kinerja tetap tumbuh,” ujar Ruddy.

Ia menegaskan bahwa fluktuasi harga logam kritis seperti nikel hanyalah fenomena jangka pendek, dan NICL tetap siap beradaptasi dengan dinamika industri baterai kendaraan listrik global.

Aset Turun Tipis, Keuangan Tetap Terkendali

Walaupun laba naik pesat, total aset perusahaan sedikit berkurang 7,45% menjadi Rp971,88 miliar dari Rp1,05 triliun tahun sebelumnya. Penurunan ini juga diikuti liabilitas yang turun menjadi Rp138,60 miliar berkat pembayaran utang. Ekuitas tercatat Rp833,27 miliar, turun dari Rp878,18 miliar karena distribusi kinerja dan perbaikan struktur keuangan.

Produksi Hampir Capai Target RKAB

Ruddy memaparkan bahwa kapasitas produksi kuartal III 2025 telah memenuhi 92,48% RKAB yang disetujui Kementerian ESDM. Namun proses pengajuan RKAB terbaru masih berjalan dan menjadi tantangan dalam menjaga pertumbuhan optimal.

Prospek Industri dan Strategi ke Depan

Harga nikel global diperkirakan masih bergejolak hingga akhir 2025 akibat:

  • Kebijakan perdagangan Amerika Serikat
  • Over supply dari produsen besar
  • Ketegangan geopolitik antara China dan negara Barat

Meski begitu, PAM Mineral melihat potensi besar Indonesia sebagai sumber alternatif logam kritis dunia.

Perseroan juga terus menyesuaikan diri dengan aturan teknis pertambangan, termasuk penerapan RKAB satu tahun dan sistem perizinan digital yang baru. Perusahaan semakin agresif dalam eksplorasi untuk penambahan cadangan serta memperkuat kemitraan bersama smelter dan trader di Sulawesi, Pulau Obi, dan Halmahera.

Target Ambisius 2025

Hingga akhir tahun, NICL membidik produksi gabungan mencapai 2,6 juta ton ore. Target tersebut diyakini dapat tercapai berkat peningkatan kapasitas produksi dan strategi pemasaran yang lebih agresif.