Malangsatu.id-Siapa sangka, saham DADA yang sempat jadi buah bibir di dunia pasar modal Indonesia, tiba-tiba mengalami roller coaster harga yang bikin deg-degan. Kalau kamu termasuk yang suka memantau pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, pasti tahu betapa hebohnya perjalanan saham PT Diamond Citra Propertindo Tbk (DADA) sepanjang tahun 2025 ini. Dari harga yang ‘merangkak’ di awal tahun, hingga sempat menyentuh level fantastis, lalu berbalik arah dengan penurunan tajam. Yuk, simak kisah lengkap drama saham DADA berikut ini!
Pada awal tahun, saham DADA sebenarnya cukup adem ayem, harganya bahkan pernah di level Rp 9 per lembar. Tapi, siapa sangka, dalam hitungan bulan, harga saham ini melonjak hingga lebih dari 2.000%! Hal ini tentu membuat banyak investor penasaran, ada apa di balik lonjakan harga saham DADA?
Ternyata, lonjakan harga ini juga diikuti aksi jual beli para pengendali saham. Salah satunya adalah PT Karya Permata Inovasi Indonesia, yang merupakan pengendali utama DADA. Mereka aktif melakukan pembelian dan penjualan saham dalam jumlah besar, yang akhirnya berpengaruh besar pada kepemilikan dan sentimen pasar.
Aksi Pengendali, Borong Saham DADA di Tengah Gejolak
Berdasarkan laporan keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Karya Permata Inovasi Indonesia melakukan pembelian sebanyak 430,61 juta lembar saham DADA pada 14 Oktober 2025. Harga pembeliannya bervariasi, antara Rp 152 sampai Rp 190 per lembar. Dengan transaksi ini, kepemilikan Karya Permata Inovasi Indonesia di DADA meningkat dari 4,21 miliar lembar (56,62%) menjadi 4,64 miliar lembar (62,41%).
Perseroan sendiri menegaskan bahwa transaksi tersebut adalah pembelian langsung, bukan bagian dari repurchase agreement (repo) yang sering kali dilakukan untuk manuver jangka pendek. Tujuannya murni untuk investasi jangka panjang dan mempertegas status pengendalian di perusahaan.
Saham DADA Dilepas, Harga Langsung ARB
Namun, di hari yang sama, terjadi kejutan lain. Karya Prima (afiliasi pengendali) justru melepas 1,82 miliar saham DADA dengan kisaran harga Rp 153–Rp 232 per lembar. Setelah aksi ini, kepemilikan Karya Prima di DADA turun menjadi 2,82 miliar lembar (37,9%). Tak berhenti sampai di situ, beberapa hari sebelumnya, tepatnya 10 Oktober 2025, Karya Permata Inovasi Indonesia juga sudah melepas 2,15 miliar saham DADA, tepat di saat harga saham DADA menyentuh rekor tertinggi selama lima tahun terakhir, yakni Rp 240 per lembar.
Akibat aksi jual besar-besaran tersebut, harga saham DADA langsung terjun bebas dan mengalami auto reject bawah (ARB) berturut-turut. Dalam enam hari perdagangan terakhir saja, saham DADA sudah anjlok hingga 61,24%. Fenomena “saham DADA ARB” pun ramai jadi perbincangan para trader.
Rumor, Spekulasi, dan Penjelasan Manajemen
Tak heran jika lonjakan dan penurunan saham DADA ini mengundang banyak rumor di kalangan investor. Bahkan, sempat beredar isu bahwa harga saham DADA akan menembus ratusan ribu rupiah per lembar, meski akhirnya tidak ada kejelasan atau konfirmasi resmi soal itu. Bursa Efek Indonesia pun angkat bicara dan meminta klarifikasi manajemen.
Manajemen DADA kemudian menegaskan dalam surat resmi bahwa tidak ada informasi material atau fakta penting lain yang belum diungkapkan ke publik. Dalam keterangannya, mereka menyatakan: “Hingga surat ini dibuat, tidak terdapat kejadian, kondisi, atau fakta penting lainnya yang material yang dapat mempengaruhi harga saham Perseroan maupun kelangsungan usaha Perseroan.”
Pindah Papan dan Status Saham DADA
Dengan segala gejolak yang terjadi, saham DADA sempat masuk ke Papan Pemantauan Khusus atau Full Call Auction (FCA) karena likuiditasnya yang dianggap berisiko rendah. Namun, setelah terjadi peningkatan likuiditas yang signifikan, BEI akhirnya mengeluarkan DADA dari FCA dan memindahkan ke Papan Pengembangan mulai 10 Oktober 2025.
BEI menjelaskan, saham DADA sudah tidak lagi memenuhi kriteria efek berisiko rendah likuiditas, yaitu harga rata-rata saham di bawah Rp51 atau nilai transaksi harian di bawah Rp5 juta dengan volume kurang dari 10.000 saham dalam tiga bulan terakhir.
Saham DADA 50: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Kisah saham DADA ini jadi pelajaran penting bagi para investor, terutama pemula, tentang risiko investasi di saham yang bergerak liar. Fenomena “saham DADA 50″—istilah yang digunakan ketika harga saham menyentuh level sangat rendah—bisa terjadi saat euforia pasar tanpa didukung fundamental yang kuat. Lonjakan harga yang terlalu tinggi biasanya memang diikuti oleh koreksi tajam.
Misalnya, bayangkan kamu membeli saham DADA di harga Rp 240 karena tergiur rumor akan naik lebih tinggi, tapi beberapa hari kemudian harga jatuh hingga ARB berturut-turut. Tentu ini bisa jadi pengalaman pahit, tapi juga sangat berharga dalam membangun mindset investasi yang cermat dan tidak mudah terpengaruh rumor.
Waspada dan Bijak di Dunia Saham
Perjalanan saham DADA sepanjang 2025 benar-benar kaya drama. Dari harga yang sempat ‘meroket’, aksi jual beli pengendali, hingga gejolak ARB berjilid. Buat kamu yang tertarik trading saham, kisah ini jadi pengingat penting untuk selalu riset, memahami kondisi fundamental perusahaan, dan tidak mudah terbawa euforia sesaat.
Apapun yang terjadi, dunia saham memang penuh kejutan. Saham DADA sudah membuktikan bahwa naik turun harga bisa terjadi kapan saja. Jadi, tetap waspada, dan jangan lupa: investasi harus dengan strategi, bukan sekadar ikut-ikutan tren!