Benarkah Nilai Investasi Whoosh RI Lebih Besar dari Proyek Kereta Cepat Arab Saudi?

Malangsatu.id-Pernah nggak sih kamu bertanya-tanya soal seberapa besar sebenarnya nilai investasi Whoosh, alias Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB)? Sejak diresmikan, proyek ini memang selalu jadi bahan perbincangan, baik karena teknologinya yang canggih maupun biaya fantastis yang menyertainya. Baru-baru ini, perhatian publik kembali tertuju ke Whoosh setelah muncul perbandingan dengan proyek kereta cepat di Arab Saudi, yakni Saudi Land Bridge. Banyak yang kaget, kok bisa ya nilai investasi Whoosh lebih besar, padahal jaraknya jauh lebih pendek?

Nah, di artikel ini, kita bakal kupas tuntas fakta-fakta menarik soal nilai investasi Whoosh, lengkap dengan perbandingan nilai investasi Whoosh dengan proyek kereta cepat Saudi Land Bridge. Selain itu, kita juga akan bahas bagaimana skema pembiayaan proyek ini dan apa saja tantangan yang dihadapi dalam pengelolaannya. Yuk, simak sampai selesai!

Bicara soal transportasi masa depan, rasanya nggak afdal kalau nggak menyinggung kereta cepat. Di banyak negara, moda transportasi ini jadi simbol kemajuan dan efisiensi. Namun, di balik kemewahan dan kecepatan, ada angka-angka investasi yang bikin geleng-geleng kepala. Indonesia lewat Whoosh, dan Arab Saudi lewat Saudi Land Bridge, sama-sama menggelontorkan dana besar. Tapi, kenapa ya investasi Whoosh justru lebih tinggi meski lintasannya cuma sepersepuluh dari Saudi Land Bridge?

Nilai Investasi Whoosh

Kalau kamu penasaran, nilai investasi Whoosh totalnya mencapai USD 7,27 miliar. Dengan kurs saat ini sekitar Rp 16.602 per dolar AS, itu setara dengan Rp 120,6 triliun. Fantastis, kan? Angka ini bahkan sudah termasuk cost overrun atau pembengkakan biaya sebesar USD 1,2 miliar (sekitar Rp 19,8 triliun). Jadi, biaya awal proyek ini sebenarnya lebih “rendah”, namun karena berbagai faktor, akhirnya membengkak juga.

Proyek ini digarap oleh konsorsium BUMN yang diketuai PT KAI. Meski sudah beroperasi dan jadi kebanggaan, ternyata masih ada beban utang dari China Development Bank (CDB) sekitar Rp 6,9 triliun khusus untuk menutup pembengkakan biaya tadi. Nah, di sinilah tantangan baru muncul, terutama soal bagaimana utang ini akan dibayarkan tanpa membebani APBN.

Perbandingan Nilai Investasi Whoosh dan Saudi Land Bridge

Supaya nggak penasaran, yuk kita bandingkan dengan proyek Saudi Land Bridge di Arab Saudi. Proyek ini merupakan jalur kereta cepat yang menghubungkan Laut Merah di Jeddah sampai Teluk Arab di Dammam, melewati ibu kota Riyadh. Total panjangnya? Nggak main-main, mencapai 1.500 km! Bayangkan, itu lebih dari sepuluh kali lipat jarak Jakarta-Bandung yang cuma 142,3 km.

Tapi, menariknya, nilai investasi Saudi Land Bridge “hanya” USD 7 miliar, atau sekitar Rp 116,2 triliun. Kalau dibandingkan, dengan jarak jauh lebih panjang, Saudi Land Bridge justru membutuhkan investasi lebih kecil dari Whoosh. Inilah kenapa perbandingan nilai investasi Whoosh dengan Saudi Land Bridge sering jadi bahan diskusi hangat di kalangan ekonomi dan infrastruktur.

Kenapa Bisa Lebih Mahal?

Mungkin kamu bertanya-tanya, kenapa sih nilai investasi Whoosh bisa lebih tinggi? Ada beberapa faktor yang memengaruhi. Mulai dari kondisi geografis, biaya pembebasan lahan di Indonesia yang terkenal mahal, hingga teknologi dan material yang sebagian besar masih harus impor. Belum lagi, proses pembangunan yang terkadang diwarnai kendala teknis dan birokrasi.

Di sisi lain, Saudi Land Bridge memang membentang sangat jauh, tapi sebagian besar kontur tanahnya datar dan minim hambatan. Selain itu, besarnya proyek dan pengalaman Arab Saudi dalam membangun infrastruktur skala raksasa juga membuat efisiensi biaya lebih terjaga.

Skema Pembiayaan dan Tantangan

Salah satu isu yang mengemuka dalam perjalanan proyek Whoosh adalah soal pembiayaan utang. Dengan cost overrun yang cukup besar, muncul pertanyaan: siapa yang harus menanggung beban utang tambahan ini?

Sejak awal, pemerintah Indonesia menegaskan bahwa pembayaran utang Whoosh tidak akan menggunakan dana APBN. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga menolak penggunaan APBN karena utang berada di bawah pengelolaan Danantara, badan khusus pengelola aset BUMN. Apalagi, sejak Maret 2025, setoran dividen BUMN juga dialihkan ke Danantara, bukan lagi ke kas negara.

Purbaya sempat bilang, “Kalau di bawah Danantara mereka sudah manajemen sendiri, punya dividen sendiri yang rata-rata bisa Rp 80 triliun lebih, harusnya mereka sudah di situ jangan di kita lagi (Kemenkeu).” Artinya, beban utang proyek Whoosh sepenuhnya jadi tanggung jawab pengelola konsorsium, bukan pemerintah pusat.

Implikasi untuk Masa Depan Infrastruktur Indonesia

Cerita nilai investasi Whoosh ini jadi pelajaran penting buat proyek-proyek infrastruktur Indonesia ke depan. Di satu sisi, kita ingin mengejar kemajuan dan efisiensi transportasi. Tapi di sisi lain, perencanaan dan pengelolaan biaya benar-benar harus matang agar tidak membebani bangsa dalam jangka panjang.

Belajar dari pengalaman Whoosh, pemerintah dan BUMN harus lebih cermat dalam melakukan studi kelayakan, negosiasi biaya, dan antisipasi risiko pembengkakan. Selain itu, penting juga untuk mengembangkan kemampuan teknologi dan produksi dalam negeri agar biaya proyek masa depan bisa lebih efisien.

Penutup

Dari perbandingan nilai investasi Whoosh dan Saudi Land Bridge, kita bisa lihat betapa pentingnya perencanaan matang dalam proyek infrastruktur. Meskipun nilai investasi Whoosh lebih besar meski jaraknya jauh lebih pendek, ada banyak faktor yang memengaruhi, mulai dari geografis, teknologi, hingga skema pembiayaan.

Semoga ke depan, Indonesia bisa terus belajar dan berinovasi supaya proyek-proyek besar seperti ini bukan cuma jadi kebanggaan, tapi juga efisien dan bermanfaat untuk masyarakat luas. Bagaimana menurutmu, apakah nilai investasi Whoosh sudah sesuai dengan manfaat yang diberikan? Yuk, diskusi di kolom komentar!

Leave a Comment